Kalesya Airish. Gadis berusia tujuh belas tahun yang menyukai segala hal tentang sihir. Lesya percaya sihir itu ada, tapi tidak semua orang bisa memiliki ilmu sihir ataupun sekedar menyadari keberadaannya. Hari ini Lesya ada pelajaran olahraga, tapi Guru olahraganya tidak masuk. Semua murid di kelasnya bebas untuk melakukan apapun. Lesya lebih memilih untuk membaca buku di perpustakaan.
“BRAG!” Sebuah buku terjatuh dari tingkat rak paling atas. Lesya tertegun memandang buku yang sampulnya berwarna hitam, tergeletak di atas lantai dan berada persis di depannya. Dia meraih buku itu dan mengusapnya perlahan karena kondisinya sudah sangat rapuh.
“Pelangi hitam.” Lesya membaca judul buku itu. Seulas senyum merekah di wajahnya. Dia mulai membuka lembaran pertama buku, kertasnya sudah berwarna coklat. “Aneh, kenapa buku ini tidak ada nama pengarangnya? Apa tahun pembuatannya sudah lama, jadi beberapa tulisan mulai terhapus?” Lesya sedikit heran, namun dia tertarik dengan judul buku itu. Sembari duduk di lantai, Lesya membalik halaman lain dan menaruh buku dipangkuannya. Tidak ada tulisan apapun di dalam buku itu. Awalnya dia menduga itu adalah buku cerita klasik, tapi ternyata hanya buku kosong. Ketika Lesya memasuki halaman tengah, sesuatu yang ajaib terjadi. Beberapa huruf bermunculan dari dalam kertas dan bergerak membentuk kata. Lesya menatap nanar kalimat yang timbul secara ajaib.
“Buku ini hanya bisa dibaca oleh orang baik dan percaya tentang sihir.”
Lesya mengerutkan kening, bingung dengan kalimat yang baru saja dibacanya. Suara aneh mendadak terdengar dari dalam buku, lebih tepatnya berasal dari gambar hutan yang tiba-tiba muncul. Bulu kuduk Lesya mulai meremang saat suara itu makin jelas terdengar oleh telinganya. Dia menjulurkan kedua tangan dan menyentuh gambar hutan tersebut. “Sriiiiinngg……!” Dalam sekejap, Seberkas sinar yang sangat terang memancar dari dalam buku. Tubuh Lesya tersedot ke dalam buku dan melayang-layang di lorong cahaya warna-warni yang membawanya ke suatu tempat. Dia memasuki distorsi waktu dalam kecepatan sangat tinggi dan berteriak sekencang-kencangnya.
“BRUK!” Lesya terjatuh di samping semak-semak. Dia mengeluh kesakitan dan perutnya mual karena meluncur dengan kecepatan tinggi. Kesadarannya mulai pulih saat seekor burung kenari kecil bertengger di atas ranting pohon yang berada persis di sampingnya. Gadis itu segera bangkit dan melayangkan pandangan ke sekeliling tempatnya berada sekarang. Hutan!
“Hey! Siapa kau?” Sebuah suara membuat Lesya terlonjak. Dari balik pohon muncul seorang pria yang mengenakan pakaian kuno dan sangat aneh, sebuah jubah berwarna abu-abu menjuntai di bahunya. Pria itu berkacak pinggang, seolah menuntut penjelasan dari Lesya.
“Kau siapa?” Lesya balik bertanya dan maju selangkah agar dapat mengamati pria itu lebih jelas.
“Namaku Morton! Dan kau pasti seorang penyusup yang ingin mencuri ilmu sihir di kediamanku!” Pria itu menarik tangan Lesya.
“Hey! Apa yang kau lakukan. Aku tidak mengerti dengan ucapanmu. Lepaskan aku!” Lesya berteriak dan berusaha melepaskan diri dari cengkraman Morton.
“Berhentilah bersikap melodramatis. Kau pasti salah satu penyihir suruhan Putri Vivian dari Istana Castaneda!” Morton berseru dan menunjuk buku yang berada di tangan Lesya.
Lesya menggelengkan kepala. Dia makin bingung dengan perkataan Morton.
“Tidak. Buku ini berasal dari…Arhhh…” Belum sempat Lesya menjelaskan. Morton sudah mendorong tubuhnya hingga terjatuh.
Sekarang Morton sedang merapal mantra untuk menyakiti Lesya. Dia adalah penyihir jahat yang tinggal di hutan. Tepat pada saat itu, terdengar suara derap kaki kuda melaju dengan kecepatan tinggi. Semakin lama suaranya makin jelas dan diiringi ringkikan kuda yang seolah memberi isyarat ke arah mana kuda itu berlari.
Lesya berusaha untuk berdiri walaupun tubuhnya gemetar dan ketakutan. Morton tertawa licik melihat ekspresi muka Lesya. Namun belum sempat morton melontarkan mantranya, sesuatu yang mengejutkan terjadi begitu cepat. Tubuh Morton didorong oleh Seorang penunggang kuda yang melintas dari arah belakang. Orang itu berjubah putih dengan tudung yang menutupi sebagian wajahnya. Lesya yang berdiri ketakutan, berusaha menghindari kuda yang berderap ke arahnya. Si penunggang kuda menghentikan kudanya tepat di samping Lesya, kemudian menarik tubuh Lesya dan mengangkatnya naik ke atas kuda. Lesya duduk di depan Si penunggang kuda. Morton jatuh tersungkur dan tidak sadarkan diri karena mantra yang hendak dilontarkan untuk Lesya, malah tertuju pada dirinya. Suara lengkingan kuda mengiringi kepergian Lesya bersama Si penunggang kuda misterius.
“Turunkan aku! Turunkan aku! Siapa kau, Berani sekali menculikku!” Lesya memberontak dan menduga orang yang bersamanya adalah seorang penculik. Ini tidak boleh terjadi. Dia harus mencari jalan pulang ke dunia asalnya. Kedua tangan Si penunggang kuda yang sedang memegang tali kekang, mengapit tubuh Kalesya dengan sangat erat. Gadis itu berusaha semakin keras untuk terlepas dari rangkulan orang asing tersebut.
“Kalau kau ingin selamat. Diamlah sebentar.” Si penunggang ternyata seorang pria.
Kalesya tersentak saat mendengar pria itu berbicara. Meskipun dia tidak mengenali si penunggang kuda, tapi suara dan cara bicara orang itu sangat ramah.
“Kau pikir aku ini seorang penculik?” Pria itu menurunkan tudung jubahnya dan memelankan laju kuda.”Namaku Tristan.”
Lesya agak sedikit memutar badan agar bisa menatap si penunggang kuda. Pria itu sangat tampan dan sepertinya usia mereka tidak berbeda jauh. “Namaku Kalesya Airish. Bagaimana kau bisa tahu aku sedang dalam bahaya?” Lesya sudah memalingkan mukanya. Menatap hamparan padang rumput yang dilewatinya.
“Aku sedang berada di sekitar Istana Castaneda, dan tidak sengaja mendengar teriakanmu beberapa kali. Saat itulah aku menduga ada seseorang yang berada dalam bahaya.” Tristan menjawab dengan santai.
“Terima kasih.” Lesya berkata tulus.
“Jangan berterima kasih sekarang, karena aku masih mencari cara untuk menyelamatkanmu.” Tristan mempercepat lagi laju kudanya.
Mereka tidak berbicara lagi selama perjalanan karena sibuk dengan pikiran masing-masing. Tristan menunggang kudanya menembus hutan pinus. Cahaya matahari mulai terlihat di ufuk barat. Sebuah bangunan yang megah, mulai menyeruak dari balik hutan. Itu adalah Istana yang berdiri dengan kokoh di puncak bukit dan dikelilingi oleh benteng yang terbuat dari batu bata merah. Sebuah aliran sungai yang airnya sangat jernih, nampak berkilauan diterpa cahaya matahari senja. Lesya terpana dengan istana yang ada di hadapannya.
“Itu istana sungguhan!” Lesya memekik senang. Dia belum pernah melihat istana seindah ini. Tentu saja! Di kotanya hanya terdapat gedung pencakar langit. “Kita akan pergi kemana?” Tanya Lesya tiba-tiba.
“Kita akan masuk ke dalam istana Faramond.” Tristan menunjuk istana yang dimaksud.
“Mengapa kita harus ke sana? Apa kau tinggal di sana atau Kau hanya salah satu pengawal yang sedang berpatroli?” Tanya Lesya curiga.
“Ya, Karena….hanya itulah tempat yang aman untuk kita.” Tristan menjawab singkat dan meyakinkan Lesya dengan usulnya.
Tristan mungkin benar. Dia harus berada di tempat yang aman agar bisa memikirkan cara untuk kembali ke dunianya. Tapi mereka baru saja bertemu, bagaimana bisa Lesya mempercayai ucapan Tristan begitu saja? Ini bukan dunia Lesya dan tidak ada orang lain yang bisa membantunya.Tapi sepertinya Tristan adalah orang baik, Lesya menduganya dari gerak-gerik pria itu. Akhirnya Lesya memilih masuk ke istana bersama Tristan daripada bertemu lagi dengan orang jahat seperti Morton.
“Mengapa kau memakai pakaian aneh?” Tanya Tristan ketika mereka hampir mendekati Istana.
“Ini bukan pakaian aneh. Ini adalah seragam olahraga.” Lesya menggerutu kesal. Justru Tristan yang mengenakan pakaian aneh. Itu adalah pakaian yang sering dia lihat dalam cerita dongeng.
Tristan memilih masuk melalui gerbang belakang. Dia tidak ingin menarik perhatian para pengawal karena 'menyelundupkan' orang luar. Saat hampir memasuki istana, Tristan melepas jubah dan menyuruh Lesya untuk memakainya. Gadis itu tidak boleh dikenali oleh pengawal. Untunglah, Tristan berhasil masuk tanpa dicurigai oleh pengawal. Satu-satunya hal yang dia cemaskan adalah orang akan menuduhnya melakukan tindak asusila karena menyembunyikan seorang gadis. Tapi Tristan tidak ada pilihan lain, dia akan menyembunyikan Lesya di kamarnya.
Ketika melewati lorong belakang istana, Tristan memastikan jubah yang dipakai Lesya dapat menutupi tekstur tubuh gadis itu. Mereka berjalan dalam diam. Lesya tidak berani bertanya kemana arah tujuan mereka. Tapi saat sedang menaiki anak tangga, Lesya mendengar suara langkah kaki menuju ke tempat mereka berada. “Seseorang sedang menuju ke sini.” Lesya berkata waspada.
“Tidak apa-apa, dia pasti hanya seorang pelayan.” Tristan berkata sangat pelan.
“Tidak mungkin. Langkahnya sangat percaya diri.” Lesya terlihat lebih khawatir.
“Tenang saja, Dia pasti...”
“Tristan?” Suara seorang gadis memanggil dari arah belakang.
Hal itu membuat Tristan menghentikan langkah sekaligus perkataannya yang berbisik-bisik pada Lesya. Darah seolah surut dari tubuhnya ketika dia membalikkan badan dan menatap orang yang baru saja menyapanya.
“Sedang apa kau disini? Siapa yang bersamamu?” Gadis yang penampilannya sangat elegan, melanjutkan perkataan dan berjalan mendekati Tristan.
Tubuh Lesya terasa kaku karena ketahuan memasuki istana orang. Dia tidak sanggup membalikkan badan. ‘Ya ampun…masalah apalagi yang harus aku hadapi!’ Lesya berseru dalam hati.
Tristan mundur selangkah dan mulai bersikap santai. “Aku baru saja pulang berburu dan ini temanku.”
“Teman? Aku mengenal hampir semua temanmu. Tidak ada diantara mereka yang tinggi badannya jauh dibawahmu. Kecuali...” Gadis itu menghentikan kalimatnya.
“Kecuali apa?” Tanya Tristan penasaran.
“Kecuali dia adalah seorang wanita.” Gadis itu maju dan berdiri dihadapan Lesya. Dia menyingkap tudung jubah yang menutupi wajah Lesya. “Kau berniat menyembunyikan dia dariku?”
“Tidak juga. Aku hanya akan menyembunyikan dia di kamarku.” Tristan berkata sambil lalu.
Lesya terkejut mendengar perkataan Tristan. ‘Kamarnya? Gadis ini mengenal Tristan… apa yang sebenarnya terjadi!’ Wajah Lesya berubah merah pucat. Dia malu sekali saat Tristan bilang akan mengajaknya ke kamar pria itu. ‘Berarti Istana ini adalah kediamanannya?’
“Aku… tidak akan membiarkan itu terjadi….” Gadis itu menggenggam tangan Lesya dan memandangnya lekat-lekat. Saat mata Tristan mulai lengah, Gadis itu menarik tangan Lesya dan mengajaknya lari bersama.
“Kakak! Apa yang kau lakukan. Berhenti!” Tristan mengejar mereka berdua.
Lesya tidak tahu harus berbuat apa. Dia juga tidak melawan saat gadis itu tiba-tiba menariknya untuk lari bersama, meninggalkan Tristan yang berteriak panik.
***
“Namaku Carmina Jeane Faramond.” Carmina memperkenalkan diri dan suaranya terdengar sangat merdu.
“Tristan adikmu?” Lesya terengah-engah saat tiba di depan kamar Carmina.
“Ya, Pangeran Tristan Nicolas Faramond.” Carmina sangat lincah dalam hal melarikan diri. Dia sudah menerobos masuk ke dalam kamarnya. Para pelayan tidak diijinkan masuk, apalagi Tristan! Pintu dan jendela kamar di kunci rapat. Setelah semua ketegangan berlalu, Lesya melayangkan pandang ke setiap sudut kamar. Indah sekali dan penataannya sangat sempurna.
“Kalian adalah Putri dan Pangeran di Istana ini?” Lesya tergugu mendengar istilah itu.
Carmina mengangguk pelan.
“Kak! Buka pintunya. Apa yang mau kau lakukan. Jangan sentuh Kalesya. Gadis itu tidak tahu apa-apa!” Tristan menggedor-gedor pintu kamar Carmina. Tiba-tiba saja, dari kejauhan lorong terlihat Ibundanya berjalan menuju kamar Putri Carmina dan diiringi oleh beberapa pelayan kepercayaan Ratu. Wajah Tristan pucat pasi. Masalah satu belum beres, timbul masalah lain. Bisa gawat kalau Lesya ketahuan oleh Ratu. Dia mungkin akan dituduh sebagai penyusup. “Kak! Cepat buka pintunya. Ibu sedang menuju ke sini.” Tristan berteriak pelan. Dia takut perilakunya membuat kegaduhan.
“Pergilah. Kami akan menemuimu di acara makan malam.” Putri Carmina berteriak dari dalam kamarnya.
Tristan tidak punya pilihan lain selain menuruti perkataan kakaknya. Dia segera bersembunyi dan memperhatikan Ratu yang telah melewati kamar putrinya kemudian melanjutkan perjalanan.
***
Carmina mengajak Kalesya untuk makan malam bersama keluarganya. Saat tiba di ruang makan, Lesya agak gugup dengan penampilannya yang sangat tidak biasa. Dia memakai gaun yang sangat indah. Berwarna biru muda, terdapat hiasan renda di sekeliling bajunya. Pokoknya, itu adalah gaun yang biasanya digunakan para putri kerajaan. Carmina menggandeng tangan Lesya. Langkah mereka sangat sunyi. Tatapan Raja Lucas Faramond, Ratu Gloria, dan Tristan tertuju sempurna pada Lesya. Terutama Tristan, dia sangat terpukau dengan penampilan Lesya. Bahkan matanya tidak berkedip sama sekali. “Ayah, Ibu. Ini adalah Kalesya Airish. Dia temanku. Kami sedang belajar menjadi wanita yang anggun. Lihat, ini adalah hasil karyaku.” Carmina merangkul Lesya dengan satu tangan.
“Sangat anggun.” Ratu berkomentar singkat.
“Cantik.” Raja berucap seraya memandang Lesya yang menundukan kepala seolah memberi hormat pada Raja dan Ratu.
Raja duduk di ujung meja, Ratu ada disebelah kanannya dan Tristan disebelah kiri. Carmina duduk di samping Ratu dan Lesya disebelah Tristan. Baik Lesya maupun Tristan tidak saling menyapa.
Acara makan malam dimulai. Raja dan Ratu berbincang, diselingi oleh komentar Carmina. Pembicaraan berlanjut dan dialihkan pada Tristan. Sikap Tristan agak sedikit kaku. Dia bahkan tidak melirik Lesya sedikitpun, walaupun ada ucapannya yang menyebut nama Lesya. Baik Tristan maupun Carmina berusaha agar Lesya tidak dicurigai oleh orangtua mereka.
Ketika acara makan malam sudah memasuki hidangan penutup. Lesya meletakan kedua tangannya di atas pangkuan. Tristan dapat menangkap gerakannya itu. Dia tahu, Lesya mulai bosan dengan percakapan anggota kerajaan. Untungnya, letak kursi makan tidak berjauhan. Tristan menjulurkan tangan kirinya ke bawah meja dan menggenggam tangan kanan Lesya, gerakan mereka tidak diketahui oleh siapapun. Lesya terkejut tapi dia tidak menarik tangannya. Akhirnya, hingga makan malam selesai, tangan mereka masih bertautan di antara kursi.
***
“Lesya…berhenti! Jangan membuatku takut dengan tingkahmu.” Tristan menyeret Lesya dari pinggir balkon.
“Haha…tenang saja, aku hanya ingin mengukur berapa ketinggian balkon perpustakaan istana.” Lesya masih mengaitkan tangannya di pinggir balkon.
“Jangan berbuat konyol Lesya. Lebih baik, kau cari saja buku yang ingin kau baca.” Tristan menarik Lesya masuk ke dalam perpustakaan.
Dua minggu sudah, Lesya menetap di Istana Raja Lucas faramond. Dia merasakan kehidupan istana yang sesungguhnya. Semua orang yang berada di istana faramond, sangat menghormatinya dan menganggap Lesya bagian dari keluarga istana. Secara diam-diam, Lesya mempelajari buku yang membawanya masuk ke tempat dia berada sekarang. Mungkin saja buku itu menyimpan petunjuk yang dapat membawanya ke dunia asal. Namun setelah dibaca berulang kali, tidak ada sedikitpun penjelasan tentang hal itu. Hari ini Lesya mengunjungi perpustakaan di istana faramond, berharap ada buku yang memberinya petunjuk untuk pulang. Lesya berkeliling di antara rak buku yang terbuat dari ukiran kayu dengan seni artistik. Ada sebuah buku yang menarik perhatiannya. Di antara semua deretan buku yang bersampul warna coklat dan hitam, terdapat sebuah buku bersampul putih. Lesya meraih buku itu dan terkejut ketika membaca judul bukunya. “Pelangi putih? Ini tidak mungkin….mengapa ada dua buah buku yang hampir sama? Tidak, ini tidak sama. Buku pertama berwarna hitam dan buku kedua berwarna putih. Apakah ada makna tersembunyi?” Lesya duduk di lantai dan menaruh buku dipangkuannya. Halaman buku itu kosong. Terjadi hal yang sama persis dengan buku bersampul hitam, kata-kata mulai bermunculan dan membentuk kalimat.
“Kalesya…. Apa yang kau baca? Wajahmu pucat sekali?” Tristan mengguncang badan Lesya yang membeku.
“Buku ini adalah jalanku untuk kembali.” Lesya berkata pelan.
“Kembali? Apa maksudmu?” Tristan mulai terlihat khawatir.
“Kembali ke duniaku.…” Lesya memperlihatkan pada Tristan, buku yang sedang dibacanya.
“Buku ini hanya bisa dibaca oleh orang baik dan percaya tentang sihir.”Lesya membaca kalimat yang tertulis.
Tristan segera mendekat ke samping Lesya dan membolak-balik buku yang berada dipangkuan Lesya. Kosong. Tidak satupun huruf yang tercetak di halaman itu. “Aku tidak bisa membacanya.” Tristan tersenyum pahit.
Lesya bingung. Dia yakin sekali Tristan orang baik. Seharusnya dia bisa membaca buku itu. ”Apa kau tidak percaya sihir?” Tanya Lesya.
“Percaya. Hanya saja…aku bukan orang baik.” Tristan mulai menjelaskan. “Kau tahu? aku bahkan tidak suka dengan sikap kedua orangtuaku. Berharap aku tidak lahir di istana ini. Semua orang harus hormat dan tunduk dihadapanku. Itu semua sangat menyebalkan. Aku ingin mereka memperlakukanku secara biasa, seperti yang kau lakukan saat kita pertama kali bertemu. Sampai sekarang kau tetap menganggapku hidup secara normal, bukan benda mati yang tidak bisa bergerak sendiri.” Tristan menunduk sedih. Sebenarnya Tristan sudah tahu, kalau Lesya bukan berasal dari dunianya. Dia bahkan diam-diam memperhatikan gadis itu ketika membaca buku hitamnya berulang kali. Berusaha mencari petunjuk untuk pulang.
”Kau orang baik Tristan. Aku percaya itu. Kau bersikap apa adanya dirimu.” Lesya tidak bisa menahan air matanya. Dia tahu, ini saat yang tidak tepat untuk membahas kepergiannya. Tapi sekarang dia sudah menemukan jalan untuk pulang. Jika buku bersampul hitam adalah jalan masuk ke dunia tempat Tristan berada, buku bersampul putih adalah jalan untuk keluar. Tempat ini pasti melintasi dimensi ruang dan waktu.
“Jangan pergi. Aku mohon. Jika kau pergi, hidupku akan berakhir saat kepergianmu.” Tristan berkata pilu sambil merangkul tubuh Lesya.
Dalam lubuk hati kecilnya, Lesya tidak ingin meninggalkan Tristan. Tapi dia harus pulang. “Kita punya kehidupan masing-masing di dunia yang berbeda. Orang tua, teman dan mereka yang mengenal kita. Anggap saja ini sebuah mimpi yang indah”
“Tidak. Ini bukan mimpi.” Tristan menggelengkan kepala.
“Maafkan aku Tristan….” Lesya menangis dan melepaskan pelukan Trsitan.
***
“Lesya…Lesya…” Suara seseorang membuat Lesya terbangun dari tidurnya.
“Mama?” Lesya merasakan cahaya lampu kamar menerpa matanya.
“Iya sayang. Ini mama, akhirnya kau bangun juga. Sejak siang kau demam, Mama dan Papa sangat khawatir. Tapi untunglah kau sudah sadar.” Mama mengelus rambut Lesya.
“Siang?” Lesya bertanya bingung. ‘Bukannya aku sudah pergi selama dua minggu?’
”Tadi siang kau pingsan saat jam pelajaran olahraga. Pihak sekolah mengantarmu pulang.” Mamanya menjelaskan.
Lesya mulai nalar dengan penjelasan Mamanya. ‘Pasti aku tidur terlalu lama dan terbuai dengan alam mimpi. Semua yang aku alami bersama Tristan, hanyalah mimpi.’
***
Keesokan hari, kesehatan Lesya mulai pulih. Rutinitas sekolah membuat Lesya tidak sempat memikirkan mimpinya yang aneh. Sebelum jam pelajaran dimulai, kepala sekolah datang ke kelasnya. “Anak-anak, pelankan suara kalian. Bapak ada pengumuman untuk kelas ini.”
Suasana kelas hening seketika. Semua anak menunggu pengumuman yang akan disampaikan oleh kepala sekolah.
“Hari ini, sekolah kita kedatangan murid pindahan. Namanya….”
“Tristan. Nama saya Tristan Nicolas. Salam kenal semuanya.” Anak baru itu masuk ke dalam kelas dan langsung memperkenalkan diri.
Lesya sangat syok melihat Tristan ada dihadapannya. Dia bahkan tidak bereaksi apa-apa ketika Tristan tersenyum padanya. Ini tidak mungkin….tidak mungkin…..suara orang-orang yang ada di dalam kelas, terasa bias di telinga dan pikirannya.
“Ini mungkin saja.” Tristan sudah berdiri di samping Lesya. Suasana kelas sunyi dalam sekejap. Mereka memperhatikan Tristan yang menghampiri Lesya. Kepala sekolah sudah keluar dari kelas, tanpa disadari Lesya. “Sihir tidak perlu penjelasan, cukup dengan mempercayainya saja. Kau yang mengajarkannya padaku.” Tristan telah meminta teman sebangku Lesya untuk bertukar tempat dengannya. Sekarang Tristan duduk disebelah Lesya.
“Bagaimana… kau bisa ada di sini?” Tanya Lesya dengan suara sepelan mungkin. Dia tidak ingin teman-temannya mendengar percakapan mereka berdua.
“Ternyata terjadi banyak perbedaan waktu antara dunia kita. Setelah kepergianmu, aku belajar menjadi orang baik. Aku Mengatakan pada keluargaku, akan mengembara untuk mencari ilmu. Kakak yang akan membantu ayah untuk mengurus kerajaan. Dia lebih baik dariku dalam urusan istana. Kau tahu? Akhirnya aku berhasil membaca buku itu dan mencari tahu tentang keberadaanmu. Ternyata hanya jiwamu saja yang pergi ke duniaku.” Tristan tersenyum senang.
Mereka berdua tertawa dan merasa bodoh karena menjadi pusat perhatian teman sekelas. Guru pelajaran mulai masuk dan Lesya segera membimbing Tristan agar bisa mengikuti pelajaran.
Ternyata...sihir memang ajaib.’Tristan Nicolas Faramond’ Seorang pangeran yang membuktikan padaku, bahwa cinta dapat melampaui ruang dan waktu. Ops! Dia bukan pangeran lagi. Sekarang Tristan hanya seorang murid SMU, Sekaligus….Pacarku! Lesya tersenyum saat mencoret-coret buku catatannya.
-The end-
********
Cerpen ini diikutsertakan dalam lomba cerpen fantasy-fiesta-2011
http://kastilfantasi.com/