“Maksud kamu, putus pacar?” Kakakku berpaling dari laptopnya dan menatapku yang sedang tiduran di tempat tidurnya.
“Bukan Kak….pokoknya orang itu…udah deket banget sama kita. Tapi bukan pacar…” Aku berusaha untuk memperjelas pertanyaanku.
“Putri. Bagi orang dewasa, hubungan dekat itu seharusnya mempunyai arti lebih. Kita tidak bisa menganggap hubungan yang sangat dekat, tapi tidak memiliki ikatan apapun. Pernah dengar istilah HTS? Hubungan Tanpa Status?”
Aku mengangguk karena pernah mendengar istilah HTS. Tapi aku masih belum paham dengan penjelasan Kakakku.
“Nah, kalau kamu sudah tahu artinya HTS. Seharusnya kamu sudah bisa menangkap kesimpulan. Dua orang dewasa yang menjalin hubungan sangat dekat, tapi tidak memiliki status apapun. Apakah itu tidak terdengar aneh? Siapa memanfaatkan siapa, atau siapa yang tidak berharap-harap cemas dengan nasib kelanjutan hubungan itu. Putri bisa pahamkan? Orang itu seharusnya memperjelas status hubungannya denganmu. Kalau kalian memang saling suka, pacaranlah. Kalau hanya sekedar teman baik, pastikan lagi status itu. Jika salah satu diantara kalian ada yang jatuh cinta sama orang lain, salah satu dari kalian pasti akan sakit hatinya. Jadi, Kakak harap Irfan berani mengungkapkan perasaannya sama kamu.”
“HAH? Kakak apa-apaan sih! Kok jadi ngomongin dia. Putri kan cuma berbicara ‘Seandainya’. Bukan lagi ngomongin Putri, apalagi Irfan! Udahan deh, Putri pusing dengernya. Mendingan tidur aja.” Aku keluar dari kamar dengan muka cemberut. Kakakku malah tertawa keras-keras karena melihat ekspresi di wajahku. Semoga aja dia tidak menyadari wajahku yang terlihat kikuk ketika mendengar nama Irfan disebut.
***
Well, di atas itu....cuplikan cerpen teenlit buatanku yang diketik beberapa bulan yang lalu. Gaje banget ya? Hahaha~ Itu aku tulis cuma modal mikir loh. Sekali lagi, mikirrrrrrr. Aku nggak tahu rasa yang kayak dirasain Putri itu gimanaaaa.
*Tiba-tiba emosi meluap*
Jadi, selama ini....semua cerita fiksi buatan aku emang cuma fiksi. Nggak ada yang aku sangkutin ke perasaan. Aku pun nggak pake perasaan waktu nulis itu -_-" #eh maaf....
Tapi, apa jadinya kalau cerita-cerita buatanku ternyata jadi boomerang buat aku. Sekarang situasinya rada kebalik nih. Dulu aku nulis emang pakai pikiran dan nggak nyangkut sama perasaan. Lah, sekarang aku merasakan kejadian itu gimana dan malah jadi mikirin. Hahaha. How stupid me!
Pengen puter haluan jadi takut. Nanti kalau aku nulis setan-setan-an, terus ketemu setan beneran gimanaaaa???!!