Karena saya lagi ada mood bagus untuk mengetik, jadi saya mau melanjutkan cerita tetangga kostan saya selama di Lombok. Pada dasarnya, saya gampang akrab sama orang baru dikenal. Tapi kadang juga susah. Mungkin tergantung dengan kesan pertama saya dengan orang tersebut.
Jadi, selama saya di Lombok. Saya tinggal di kostan campur cowok-cewek. Sebelumnya saya sudah berusaha mencari kost khusus putri dan berada di lingkungan muslim. Tapi setelah lelah berkeliling karena kebanyakan kost-kostan tersebut sudah penuh dan juga ada beberapa ada di daerah yang menurut saya tidak nyaman untuk tempat tinggal. Akhirnya saya memutuskan untuk tinggal di kostan yang berada di lingkungan kampung bali yang mayoritasnya pemeluk agama hindu. Suasananya hampir persis seperti kampung bali pada umumnya. Belum pernah ke Bali? Atau belum ada gambaran bagaimana kampung bali?
Mari sedikit saya jelaskan.
Konon, Raja-Raja Bali di jaman dahulu kala, mereka sering singgah ataupun menetap di pulau Lombok atau Mataram. Nah, untuk membuat mereka nyaman...akhirnya dibuatlah tempat tinggal yang keadaannya kurang lebih sama seperti di Bali. Mulai dari tatanan jalan, aturan membangun rumah, sampai dengan pembangunan rumah ibadah alias Pura. Karena mereka pun melakukan sembahyang ketika berada di Lombok. Cerita lengkap dan Valid-nya, bisa cek sendiri ya....di wikipedia. Hehe... saya malas membahas sejarah di sini. Saya juga tahu sejarah Bali di Lombok cuma dari dengar-dengar cerita orang selama di Lombok aja. Pernah juga berkunjung ke Narmada – yang konon katanya tempat pemandian para raja Bali ketika singgah di Lombok. Malah katanya ada air yang bisa bikin awet muda kalau nggak salah ingat....
Penampakan Narmada. Tempatnya luas. Ada bangunan apalah-apalah juga di sana. Ada penjelasan sejarahnya juga. Kalau menurut saya sih, itu jadi semacam situs sejarah Bali-lombok.
Lanjut ke cerita kostan saya. Nah, karena saya tinggal di lingkungan kampung Bali. Saya berusaha beradaptasi sebaik mungkin. Pertama, soal Anjing. Banyaknya anjing di lingkungan saya tinggal, jadi semacam ujian ketika harus melewati jalan dengan banyak anjing yang selalu berdiri dengan kokoh dan sombong. Mereka nggak cuma berdiri. Malahan lebih sering menggonggong karena saya orang baru yang tidak mereka kenal. Saya kalau jalan sampai harus melipir ke tembok yang jauh dari anjing. Pasang indera pendengaran kuat-kuat, kalau aja si anjing sampai ada niat mau lari dan kejar saya. Takut digigit kan!
Ngomong-ngomong soal jalan, ada satu cerita yang saya dengar lagi nih. Berhubung saya orangnya suka mengamati, dan suka kepo. Saya jadi penasaran. Kenapa jalanan di sekitar kostan saya kok sedikit-sedikit ada perempatan? Ternyata, saya dapat jawaban yang lucu...tapi itu memang jawabannya sesungguhnya...katanya begitu.
Jalanan di kampung bali, katanya mengikuti aturan Raja Bali yang menginginkan jalanan harus dibagi atau dipotong seperti potongan kue terang bulang atau kita orang biasa sebut MARTABAK. Kalian pernah lihat abang martabak potong-potong martabak waktu habis dimasak? Nah! Kira-kira seperti itulah...jalanan di kampung bali-lombok, banyak potongannya.
Nah...mulai melantur nih ceritanya. Saya kan mau cerita tetangga kostan. Kenapa jadi ngejelasin jalan. Baiklah...anggap aja intermezo. Singkat cerita. Pada suatu malam, saya dikejutkan oleh penampakan seorang cowok yang ada di teras kamar nomor satu yang sangat misterius sekali. Saya bilang misterius karena sejak hari pertama saya ngekost, saya nggak pernah lihat ada tanda-tanda kehidupan di kamar nomor 1. Tapi saya yakin ada penghuninya karena ada sepasang sandal di teras, sapu, dan AC yang saya nggak tahu nyala atau enggak.
Setelah seminggu saya ngekost, saya dikejutkan sama cowok yang berdiri di teras kamar nomor satu. Esok harinya saya cerita sama Melati, teman sharing kost saya di Lombok. Dia bilang, dia nggak lihat ada cowok di kamar nomor satu. DEG! Saya bingung, kenapa cuma saya doang yang lihat? MASA iya ... itu hantu? Yang bener aja....
Karena saya nggak mau nakut-nakutin diri sendiri dengan cerita penampakan, saya akhirnya fokus aja sama kerjaan. Seperti biasa. Biasanya saya berangkat menjelang siang. Sekitar jam sebelas saya baru keluar kostan, karena beda waktu sama Jakarta satu jam, jadi saya manfaatkan aja. Di Jakarta kan...masih jam sepuluh. Sedangkan saya laporan jam sepuluh waktu Jakarta. Haha. . .
Pulang kerja malam. Dan saya melakukan hal-hal biasa seperti malam-malam sebelumnya. Masuk kostan, makan, mandi, santai dan dengerin musik atau baca buku. Namun ada kejadian aneh lagi malam itu. Sehabis saya mandi, dan bersantai di tempat tidur...saya mendadak mendengar suara seorang cowok.
“Mbak, permisi. Permisi...”
Saya pertegas pendengaran...soalnya selama ini belum ada tetangga yang permisi-permisi ke kamar saya. Akhirnya saya bangkit dari tempat tidur, dan membuka tirai di pintu depan. . .
“Permisi, Mbak. Saya mau pinjam korek.” ujar seorang cowok dengan logat bahasa jawa yang ketara banget.
Saya bengong awalnya. Tapi kemudian, menjawab dengan suara flat dan spontan. “Enggak punya.”
“Oh...nggak punya ya....” balas si cowok, sambil lirik-lirik ke dalam kamar saya.
Saya diam. Nggak tahu mau bilang apa. Tapi mendadak saya kayak cewek bodoh level super. “Tapi kalau masnya butuh banget. Pakai kompor gas aja. Saya ada kompor gak portable. Itu..” tunjuk saya ke arah meja di samping wastafel. Kemudian saya menyadari kebodohan saya, ngapaian saya nawarin kompor gas ???? HADDEEHHHH.
Si masnya keliatan malu-malu...tapi mau.... “Wah, nggak enak deh mba, masuk-masuk ke kamar cewek. Ya sudah, kalau nggak ada koreknya. Nanti saya....pinjam dari teman sebelah aja.”
“Oh, yaudah....” jawab saya datar.
“Hm, ya sudah mba, maaf ya ganggu.”
“Iya.” Kemudian saya kembali menutup tirai drama.
KEMUDIAN SAYA MENYADARI KEANEHAN ADEGAN YANG MIRIP DENGAN ADEGAN FTV.
Si masnya pasti bohong! Pasti cuma basa-basi doang mau pinjam korek! Ngapain coba dia pinjam korek dari kamar kost cewek. Memang saya ada tampang perokok atau apa gitu? Saya baru sadar pula....kamar nomor tiga kan cowok semua....kenapa nggak pinjam dari kamar nomor tiga aja. Apalagi saya dengar kamar nomor tiga ada penghuninya kok. Oh, kemudian saya semakin sadar.....masnya itu pasti penghuni kamar nomor satu! Saya yakin nggak yakin pokoknya! Soalnya saya emang belum pernah lihat penghuni kamar nomor satu. Dih, malam itu saya jadi semakin penasaran. Siapa cowok itu?
(Bersambung...)