Aku mengigil saking dinginnya. Di tengah jalan, aku bimbang. Apa aku harus berteduh, atau menerobos derasnya hujan. Lagipula, cuaca dingin malam ini tidak sedingin hatiku. Akhirnya, aku bersiap untuk menerobos hujan. Aku merapatkan sweater-ku dan kupasangi kedua telingaku dengan earphone yang terhubung pada ipod. Aku menatap langit malam, gelap sekali dan terlihat suram oleh guyuran hujan.
Kakiku mulai melangkah ke tepi jalan yang hujan, basah sedetik kemudian. Tidak ada payung yang menaungiku, aku berjalan dan memeluk tubuhku dengan kedua tangan yang mulai basah oleh derai hujan. Ini adalah malam yang tidak akan pernah aku lupa seumur hidupku. Seminggu yang lalu, aku melewati hari-hari yang menyedihkan. Airmataku sepertinya tidak ingin mengendap di kantung mata. Sebutir demi sebutir, menetes setiap harinya. Aku tidak akan menghapus tetesan airmata itu. Tapi aku pengecut. Aku hanya berani menangis jika aku sedang sendirian.
Tidak. Tidak malam ini. Aku dan semua perasaan piluku, akan menerobos dalam derasnya tumpahan hujan. Akan kukeluarkan semua airmata kesedihan ini, aku akan menangis sekencang mungkin. Di tengah jalan menuju rumahku, di tengah ramainya jalan yang kulewati. Beberapa orang mulai meneriakiku, yang berjalan dengan tubuh basah kuyup oleh hujan. Ah, aku tidak peduli. Toh, mereka hanya menganggapku basah oleh hujan. Mereka tidak tahu, aku sedang menangis tersedu. Melepas semua perasaan sesak karena selama ini aku menangis tanpa suara. Suaraku bias oleh derai hujan, wajahku semu oleh siraman air. Aku membisu di mata mereka, tapi aku berteriak pada diriku.
Benar saja, semua perasaan pilu itu seperti luluh karena derai kesedihanku terhapus oleh hujan. Aku mengucap janji pada diriku sendiri. Setelah malam ini, aku tidak akan menangis untuk sesuatu yang menyakiti diriku. Aku harus tegar. Aku harus lebih bahagia dari hari ini, kemarin, kemarin lusa, seminggu lalu, sebulan lalu dan seterusnya.
Janjiku pun terlaksana.
Tapi tidak bertahan lama.
***
Setahun setelah malam itu, malam di mana aku berjanji tidak akan menangis untuk sesuatu yang menyakitiku. Pertahananku kembali runtuh. Masalah keluarga membuat aku terjatuh ke dalam luka yang sama. Aku menangis lagi. Rasanya hambar. Aku hanya menangis sebisa yang aku bisa. Aku hampir lupa bagaimana caranya menangis. Aku ingin pergi jauh. Pergi sejauh kakiku sanggup bertahan untuk menapaki jalan tak berujung.
Baru saja melangkah selama beberapa saat, sesuatu meneriakiku dari belakang. Itu adalah kenangan. Mengingatkanku untuk waktu yang telah aku habiskan bersama mereka. Tidak, aku tidak bisa pergi. Aku mungkin akan berpindah tempat suatu hari nanti. Tapi aku tidak akan pergi begitu saja. Aku akan pamit dan mengatakan aku sayang pada mereka. Keluargaku.
***
Ditulis untuk semua hari hujan yang telah berlalu. Aku tidak takut hujan. Aku tidak benci hujan. Aku hanya merasa tidak nyaman saat hari hujan.
Kenapa tidak nyaman? Karena sepertinya aku kebanyakan nonton film hollywood T__T. Ada adegan sewaktu hujan badai. Sekeluarga bersembunyi di ruang anti badai, ruang bawah tanah gitu deh. Kalau anginnya kencang banget, atap rumah mereka sampai terbawa angin. Serem kan? Belum lagi kalau pohon-pohon tumbang atau ikut terbang dan menghantam apa aja yang ada di depannya. Padahal dulu hujan gak separah belakangan ini. Dulu waktu aku masih SD, musim hujan selalu terasa nyaman dan sehabis hujan reda, pasti ada pelangi. Sekarang, sehabis hujan reda, pasti ada banjir. Parah, kondisi bumi sudah semakin rapuh. Tapi kesadaran manusia, sangat kurang dari rasa peduli.
Loh? Kenapa alur blog ini jadi berubah haluan. Hahaha....